10 Januari 2010

keberadaan seni tari ‘kuda lumping’ dilupakan

Tarian yang berasal dari Temanggung ini, Keberadaannya hampir terlupakan oleh masyarakat karena masuknya budaya dan kesenian asing ke tanah air. kebudayaan tradisional di tanah air memang tidak lagi mendapat perhatian khusus dari masyarakat, terlihat dari turunnya seniman-seniman jalanan seperti seniman Kuda Lumping yang ada di Perempatan UPN ‘Veteran’ Yogyakarta.

Tarian tradisional Kuda Lumping yang dimainkan secara ”tidak berpola” oleh rakyat kebanyakan tersebut telah lahir dan digemari masyarakat, khususnya di Jawa, sejak adanya kerajaan-kerajaan kuno tempo doeloe. Awalnya, menurut sejarah, seni kuda lumping lahir sebagai simbolisasi bahwa rakyat juga memiliki kemampuan (kedigdayaan) dalam menghadapi musuh ataupun melawan kekuatan elite kerajaan yang memiliki bala tentara. Seni kebudayaan ini dapat menarik minat masyarakat zaman dulu, karena ditampilkan dalam bentuk hiburan pada masa itu.

Tarian Kuda Lumping yang berjumlah 150 orang ini berpencar keliling Jogja untuk mencari nafkah. Mereka memulai aktivitasnya dari jam 08.00 sampai 16.00. Mereka tak sengaja turun ke jalanan tak lain untuk mencari pendapatan di kala tak ada lagi orang yang mau menyewa mereka. Mereka biasanya keliling dari Satu kampong ke kampong yang lain, sesuai dengan panggilan. Tapi karena semakin hari minat masyarakat akan tarian mereka semakin menyusut, maka mereka memutuskan untuk turun ke jalanan. Pendapatan yang mereka peroleh setiap harinya Rp 50.000-Rp300.000, dibagi jumlah anggota kelompok 3-4 orang. “Setiap harinya pendapatan per hari dibagi jumlah anggota kelompok, tetapi jika perlengkapan make up kami habis sebelum dibagi, pendapatan tersebut dipotong untuk membeli perlengkapan make up”, ujar Dwi salah satu anggota tari Kuda Lumping.

Namun ada yang berbeda dengan kelompok mereka ini, Mereka mencari nafkah tidak dengan mengharap belas kasihan orang lain. Mereka mempertunjukkan kemampuan bakat seni yang mereka miliki dengan menari tarian Kuda Lumping. Tentu saja hal ini sangat menarik perhatian orang-orang yang melihatnya. Di tengah banyaknya pengamen jalanan dan pengemis yang bermodalkan belas kasih orang lain , kelompok mereka hadir memberikan sesuatu yang unik dan berbeda. Selain itu, mereka juga berniat agar tarian mereka tidak hilang ditelan masa apalagi sampai di klaim Negara tetangga seperti Malaysia. “Harapan saya seharusnya pemerintah dan masyarakat Indonesia dari awal melestarikan dan mengenalkan segala budaya yang dimiliki Negara kita kepada Negara-negara lain jangan sampai kebudayaan yang kita miliki diklaim oleh Negara lain seperti kasus Negara kita dengan Malaysia”, oceh Asep salah satu anggota mereka.

Tapi keberadaan mereka di jalanan juga tak luput dari kendala-kendala dari dalam maupun dari luar kelompok, begitu juga dengan aparat keamanan. “Kalau konflik yang terjadi di dalam kelompok kecil kami disebabkan karena masalah minuman keras, Sedangkan dengan kelompok Kuda Lumping yang lain, tentang perebutan lahan. Waktu itu ada kelompok lain yang sudah dulu menempati lahan yang akan kami pakai. Mereka juga sudah menurunkan alat-alat mereka, sehingga terjadilah konflik, tapi akhirnya kami mengalah mencari tempat lain”, ujar Dwi. Lain halnya lagi dengan kendala dengan aparat keamanan yaitu terjaring razia SatPol PP, hal ini adalah kendala yang paling besar bagi mereka, karena barang-barang dan alat-alat music mereka bisa ditahan oleh aparat. “Paling-paling alat kami dibawa dan disita SatPol PP dan kami bias megambil alat-alat kami tersebut dengan syarat dengan membayar sejumlah uang. Tetapi kami tidak mengambilnya, kami memilih membeli alat-alat lagi dengan uang yang kami miliki”, ujar Dwi kesal.

Walau begitu kesenian Kuda Lumping masih menjadi sebuah pertunjukan yang cukup membuat hati para penontonnya terpikat. Walaupun peninggalan budaya ini keberadaannya mulai bersaing ketat oleh masuknya budaya dan kesenian asing ke tanah air, tarian tersebut masih memperlihatkan daya tarik yang tinggi dan mereka secara tidak langsung juga ikut menjaga asset-aset budaya bangsa.
(Adevia oki damara-153070167)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar