10 Januari 2010

Makna Seni Tari Kuda Lumping

Kelompok tari Kuda Lumping tersebut lahir dari sebuah sanggar seni di Temanggung. Motivasi mereka masuk ke dalam sanggar dan belajar menari tarian Kuda Lumping adalah ketertarikan mereka di bidang seni. Walaupun menurut Dwi, mereka juga menganggur, dengan kata lain mereka membutuhkan uang untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka. Melalui tari Kuda Lumping, di samping mereka ikut berpartisipasi melestarikan kebudayaan tradisional asli Indonesia, mereka juga memperoleh nafkah untuk mencukupi kehidupan mereka sehari-hari.

Suatu pekerjaan yang cukup unik dan membanggakan. Di tengah semakin sulitnya memperoleh pekerjaan sekarang ini, dan semakin menyusutnya orang yang berminat akan kebudayaan tradisional, masih ada orang yang mampu melestarikannya dan dapat menjadikan kebudayaan tersebut sebagai sumber nafkah. Banyak orang yang salah paham dalam memaknai seni Kuda Lumping, mereka beranggapan bahwa para pelaku seni Kuda Lumping adalah pemuja roh hewan seperti roh kuda, anggapan itu adalah salah, simbol kuda disini hanya diambil semangatnya untuk memotivasi hidup, sama halnya dengan seporter sepak bola di Indonesia, di kota Malang misalnya, mereka menganggap bahwa dirinya adalah Singo Edan, seporter bola di Surabaya mereka menamakan dirinya Bajol Ijo, bahkan Negara Indonesia sendiri menggunakan sosok hewan sebagai lambang Negara yaitu seekor burung Garuda, yang kesemuanya itu adalah nama-nama hewan, jadi merupakan hal yang salah bila kesenian Kuda Lumping dianggap kelompok kesenian yang mendewakan hewan. Sekelompok orang juga beranggapan bahwa kesenian Kuda Lumping dengan kemusyrikan karena identik dengan kesurupan atau kalap, kemenyan, dupa dan bunga bungaan, anggapan bahwa kuda lumping dekat dengan kemusyrikan adalah tidak benar, justru para pelaku seni Kuda Lumping berusaha mengingatkan manusia bahwa di dunia ini ada dua macam alam kehidupan, ada alam kehidupan nyata dan alam kehidupan Gaib hal ini telah dijelaskan dalam Alqur`an surat Annas dan manusia wajib untuk mengimaninya. Fenomena kalap atau kesurupan bisa terjadi dimana saja dan dapat menimpa siapa saja, baik dikalangan arena Kuda Lumping maupun tempat-tempat formal seperti Sekolahan atau Pabrik, hal itu tergantung pada kondisi fisik dan Psikologis individu yang bersangkutan, sedangkan kemenyan, dupa dan bunga-bungaan tidak lebih dari sekedar wewangian yang tidak pernah dilarang dalam Islam bahkan dianjurkan penggunaanya. Namun kenyataannya tidak semua tari Kuda Lumping memasukkan unsure magic di dalamnya. Menurut Dwi, jenis tari kuda lumping bermacam-macam. Pecut dan pecahan kaca tersebut identik dengan debus. Di sanggar tempat ia belajar, hanya beberapa orang yang sudah lebih tua yang dapat melakukannya dan ilmunya pun sampai sekarang belum diturunkan kepada kami. Ini berarti tidak semua penari Kuda Lumping dapat melakukan pertunjukkan atau aksi-aksi yang sebagian banyak orang mereka anggap sebagai bentuk kemusyrikan.

Dengan adanya kelompok tari Kuda Lumping seperti mereka, seharusnya kita bisa lebih belajar banyak dari mereka. Mereka masih peduli tentang kebudayaan tradisional asli Indonesia. Melalui pekerjaan mereka sebagai penari Kuda Lumping, sekaligus mereka melestarikan apa yang menjadi identitas Negara kita. Baru-baru ini kita mendapati berita menarik tentang diklaimnya Reog Ponorogo oleh Malaysia dan menamainya dengan Barongan. Itu tidak terlepas dari minimnya perhatian pemerintah dan generasi muda kita terhadap aset-aset budaya bangsa.
(Adevia oki damara-153070167)

1 komentar:

  1. wow, artikel yg unique, menarik. bicara ttg seni tradisi....siapa lagi klo bukan kita yg mau peduli u melestarikan-nya....
    salut u artikel ini...

    salam kenal dan saya tgu kunjungan baliknya serta follow baliknya di lapak saya.

    http://wahonobae.blogspot.com

    BalasHapus