11 Januari 2010

Sisi Lain Seorang Anak Jalanan

Sarmin mulai mengamen pada pagi hari jam 10 pagi hingga jam 5 sore hari. Ia mengamen paling sedikit 7 jam. Penghasilan ia mengamen hanya mendapatkan sepuluh ribu saja. Dan bila beruntung ia mendaptkan tiga puluh lima ribu rupiah. Namun untuk menuju angka tiga puluh lima ribu sangatlah sulit, semua itu terjadi karena faktor keberuntungan. Uang yang di dapat sehari ia mengamen semua diberikan Ibunya, karena Sarmin sadar uang dari hasil mengamenlah yang dapat mencukupi kehidupannya. “Kasihan sama ibu kalo aku gak bantuin ngamen” kalimat itu terucap dari bocah 8 tahun.

Lagu yang dibawakan Sarmin saat mengamen biasanya lagu-lagu orang dewasa. Sarmin memeliki lagu favorit saat mengamen yaitu Cari Pacar Lagi yang dibawakan oleh St12. Ia senang lagu tersebut karena Sarmin ngefans dengan Charli St12, dan ia berharap ingin bertemu dengan idolanya. Hal yang sangat disenangi dari bocah tahun ini saat ada orang-orang yang membagi-bagikan makanan. Karena menurutnya ia tidak perlu membeli makanan lagi.

Sedangkan hal yang paling dibenci menurutnya bila ada “Razia Gepeng” razia gelandangan dan pengamen. “Habis kalo ada Razia Gepeng nanti pasti ikut dinaekkan ke mobil, aku takut kalo diangkut” kata Sarmin. Dengan muka polosya bocah ini berbicara. Dan ada lagi yang dibencinya bila ia tidak dikasih uang saat mengamen. Bocah ini mengatakan tidak takut saat mengamen dijalan yang penuh lalu lalang kendaraaan karena baginya jalan yang penuh lalu lalang dengan kendaraan adalah sumber penghasilannya.

Di lampu merah perempatan jalan Magelang ini adalah sumber mata pencahariannya. Saat mengamen Sarmin masih dapat bermain dengan teman-temannya namun permainan yang dilakukannya tetap saja di jalan tidak seperti anak-anak beruntung yang lain. Sesungguhnya Sarmin ingin bersekolah melanjutkan Sekolah Dasanya yang ia tinggalkan satu tahun yang lalu saat ia berusia 7 tahun. Namun karena faktor ekonomi ia rela tidak bersekolah hingga memilih membantu orang tuanya dengan bekerja sebagai pengamen.

Berbeda lagi dengan apa yang dikatakan Sri Wahyuni, salah satu pengendara sepeda motor yang saat itu melintas di tempat biasa Sarmin mengamen. Menurutnya ia malas memberikan uang receh pada pengamen, karena dianggap mereka hanya malas dan berpura-pura saja. “Keenakan orang tuanya kalau kita ngasih, kenapa sebagai orang tua tidak menjaga tapi malah sudah disuruh bekerja” kata Sri saat dimintai pendapat. Menurutnya tidak masalah bila sesekali ia memberi tetapi lama kelamaan ia bosan. Memang kadangkala ada rasa iba bila melihat bocah yang tidak sepatutnya bekerja namun sudah bekerja.

Adalagi perspektif dari Pak Sugi selalu polantas yang berjaga di perempatan lampu merah jalan Magelang, menurutnya wajar mereka semua mencari pekerjaan dengan mengamen atau meminta-minta kaena memang tidak ada lagi yang dapt mereka kerjakan selain mengamen. Rasa iba sering membuat Pak Sugi kadangkala memberikan sebungkus nasi untuk Sarmin, karena selain kenal dengan Sarmin Pak sugi sering mengobrol dengannya. “Saya sok kasihan lihat Sarmin, dia paling keci yang ngamen ditempat ini, lagian bapaknya juga sudah tidak ada” ujar Pak Sugi saat dimintai keterangan mengenai anak jalanan. Sebenarnya kota Jogja sudah menteribkan anak jalanan namun masih sulit bila harus mengrus begitu banyak anak-anak jalanan yang ada di kota Jogja.

Sungguh memprihatinkan keadaan kita, di jaman ini masih ada segelintir anak-anak yang seharusnya dapat mengenyam pendidikan namun masih ada yang buta akan artinya pendidikan. Itu semua karena terbengkalainya masalah ekonomi yang dihadapi oleh kaum menengah kebawah. Bahkan yang lebih memperhatikan untuk mencari sesuap nasi perlu adanya tujuh jam bekerja sebagai pengamen, bahkan menunggu bila ada keberuntungan dari orang-orang yang akan membagikan sebungkus nasi. “Yah hari ini makan, besok belum tenti makan” ujar Sarmin si bocah cilik berusia 8 tahun yang kesehaari-hariannya menunggu lampu merah untuk bernyanyi dengan kecrekan andalannya.
 
Fenti Diana
153070177

Tidak ada komentar:

Posting Komentar