31 Desember 2009

kondisi malam tahun baru di Jogja

Pra dan pasca awal tahun 2010 kondisi malam dijogja sangat ramai. Suara tiupan terompet hingga hingar cahaya kembang api mewarnai langit Jogja. Jalan di pusat-pusat kota Jogja, seperti malioboro, jalan solo dan alun-alun dipadati ratusan bahkan mungkin ribuan orang. Ketika ditanya mengenai perasaan mereka bagaimana malam tahun baru kali ini, beberapa diantaranya merasa sangat senang seperti yang dituturkan Hendra, wisatawan dari Surabaya,"Saya senang berada disini, karena ini pertama kalinya saya merayakan tahun baru di Jogja".

Namun tidak sedikit yang merasa was-was, "saya sedikit agak takut mba, soalnya kondisi kaya gini rawan kecelakaan" ujar bu Sofia. Dalam keriuhan tersebut, terdapat beberapa kejadian yang cukup mengagetkan, yaitu terjadi kecelakaan. Tepatnya di depan salah satu mall yang terletak di jalan Solo, seorang pria yang setengah tak sadarkan diri (mabuk) menabrak mobil yang sedang berhenti di pinggir jalan. Sehingga sempat terjadi perselisihan, namun dapat segera diselesaikan karena dibantu oleh warga sekitar. Untungnya tidak ada korban jiwa.

Kejadian tersebut tak menyurutkan animo masyarakat yang ingin merayakan tahun baru,
"asal kita ga aneh-aneh dan hati-hati kayanya gak apa-apa deh mba" jelas Nita yang sedang nongkrong di depan mall terbesar di Jogja.(dewi.153080192)

28 Desember 2009

Yogyakarta Tak Lagi Perawan

Malam dikota pelajar seharusnya identik dengan kesunyian, bukan gemerlap lampu dan degup kencang alunan musik. Beberapa mahasiswa lebih memilih buku sebagai pilihan kegiatan sebelum tidur, namun mayoritas lebih berkutat dengan kegiatan nongkrong dan yang lebih jauh lagi adalah portitusi terselubung di tempat nongkrong tersebut.

Perawan, adalah sebuah kata yang menyaratkan keaslian yang belum terjamah. Namun kata tersebut tidak lagi dapat disandang oleh Yogyakarta yang memiliki predikat sebagai kota pelajar. Dari beberapa peristiwa yang terjadi pada malam di Yogya, ditemukan fenomena yang cukup mengagetkan. Mayoritas mahasiswa yang menjadi sumber berita, lebih memilih nongkrong dibanding menghabiskan waktu di kos-kosan untuk belajar. Menurut Iwan dan Jono (nama disamarkan), nongkrong menjadi salah satu pilihan aktivitas yang menyegarkan otak sesudah kuliah. Akan tetapi tak hanya refresh, mereka juga mencari kesenangan lain. Kesenangan yang dimaksud disisni adalah portitusi terselubung dengan harga murah bahkan gratis.
Salah satu tempat favorit mereka untuk menghabiskan sisa waktu malam adalah warung cafe. Hanya bermodalkan kurang lebih 10 ribu rupiah, mereka sudah dapat bersenang-senang, bergumul dengan teman hingga mendapatkan wanita. Iwan menambahkan perkataan Jono, ketika ditanya mengenai wanita tersebut “Ya nda lah, mana mau aku punya cewek bekas orang. Untuk dipakai seneng-seneng aja, digilir bareng-bareng.(ketawa)”. Sungguh diluar dugaan, hal inilah yang menjadi kekhawatiran orang tua, anak yang mereka harapkan untuk menuntut ilmu dengan baik malah terjerumus dalam pergaulan bebas, seperti yang dituturkan pak Hendrin “Saya khawatir anak saya terjerumus dalam pergaulan bebas, karena hampir setiap malam anak saya nongkrong di cafe-cafe yang ada di sekitaran kampusnya, sehingga studinya agak terbengkalai”.
Fenomena lain yang juga cukup menarik perhatian adalah pergaulan bebas yang mengarah pada percintaan sejenis. Pada sebuah club di Jogja, malam rabu menjadi malam khusus untuk para “Guy” (pecinta sesama lelaki-red). Dimana alkohol menjadi minuman wajib bagi mereka para clubbers. “Clubbers tanpa minum?’wah kurang afdol rasanya, bagai sayur tanpa garam”, ucap Bima.
Diantara fenomena-fenomena diatas, ternyata masih ada hal-hal positif yang masih tersisa. Tidak semua orang yang masuk ke café kopi dapat diinterpretasikan dengan hal negative. “Kalau aku lebih seneng nyari ide buat bikin lagu kalo pas lagi nongkrong ma anak-anak” ujar May, seorang mahasiswi music UNY. Sehingga kegiatan nongkrong dapat menghasilkan suatu hal positif, seperti yang dialami oleh May dengan mendapatkan inspirasi untuk mmbuat lagu. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Andra, menurutnya efek nongkrong tergantung kita sendiri, ingin menjadikannya hal yang baik atau buruk.
Oleh karena itu, salah satu komunitas yang menamai diri mereka dengan “The Chicken”, memilih melakukan tindakan positif dengan aktivitas nongkrong. Misalnya dengan melakukan kegiatan bakti social (baksos) ketika terjadi bencana alam dan rutinitas lain seperti berbagi informasi tentang komunitas itu sendiri dengan sesama anggota. Sehingga membuat komunitas tersebut mempunyai citra positif walaupun mereka sering nongkrong. The Chicken merupakan suatu perkumpulan anak muda pecinta mobil/club mobil di Jogja. “Tidak semua perkumpulan mahasiswa bisa dikatakan negative, di perkumpulan the Chicken ini bisa dikatakan wadah mereka untuk berbagi informasi dan pengalaman. Tentunya dengan tujuan yang sama dapat menambah informasi mengenai modifikasi yang up to date dan oke punya”, ujar Ardi salah satu anggota The Chicken.
Selain itu, sisi lain dari kota Yogyakarta yang masih menarik minat wisatawan lokal maupun domestik adalah Alun-alun Kidul atau sering disebut Alkid. Tempat yang sering dijadikan tempat nongkrong anak-anak muda ini sarat akan unsur mistis sehingga banyak dari anak nongkrong tersebut tidak melakukan hal yang dilarang. ”Kebanyakan yang datang itu anak muda, dan biasanya mereka sekedar kumpul-kumpul saja”, jelas Suwaryono, penjaga parkir Alkid. Tidak hanya itu, beberapa wisatawan yang datang hanya untuk berlibur atau mencoba melewati dua pohon beringin yang terkenal di Yogyakarta. Tersedia juga berbagai macam mainan, jasa sepeda gandeng ataupun mini becak / andhong, dan berbagai sajian kuliner.
Dengan adanya hal-hal positif diatas, dapat terlihat bahwa Yogyakarta yang sering dicibirkan negatif ternyata juga banyak memiliki hal-hal yang positif. Selain itu nilai budaya Yogyakarta yang ada tidak akan hilang, seperti semboyan yang mengatakan bahwa ”Yogyakarta is Never Ending Asia” yang berarti Yogyakarta sangat lekat dengan kebudayaan Jawa, khususnya merupakan miniatur dari Asia.

Penulis : Dewi Kurniawati (153080192), Adevia Oki Damara (153070167), Desy Natalia (153070252)
Pewawancara : crew Redjog

Malam Rabu, Malamnya Para Guy

Hari Rabu merupakan hari yang paling menyenangkan bagi para guy di club malam. Larut malam Jogja serasa panjang bagi para clubbers yang sedang menikmati alunan music Dj. Setiap Rabu, salah satu club malam di Jogja mengadakan perkumpulan para guy tepatnya di Club. malam untuk berkumpul bersama sambil memadu kasih layaknya orang berpacaran.

Aktifitas remaja Jogja di malam hari mulailah terlihat, salah satunya aksi para clubbers mania in Jogja. Pada malam hari club malam di Jogja mulailah terpenuhi anak muda baik berasal dari luar Jogja maupun asli Jogja. Rata-rata para clubbers memiliki tujuan yang sama yaitu ingin lebih mendapatkan banyak teman dan mendapatkan rasa have fun dari alunan music Dj maupun asap rokok. Tidak dipungkiri alkhohol juga turut menemani aksi clubbers mania. “Clubbers tanpa minum?’wah kurang afdol rasanya, bagai sayur tanpa garam”,Kalimat tersebut terucap dari Bima,salah satu clubbers mania saat ngobrol dengan kami.
Dari beberapa hal ada sesuatu yang menarik bila disimak. Saat ini di Jogja mulai menyediakan tempat clubbing yang pada hari tertentu, acara tertentu, tema tertentu mengadakan acara kumpulnya para “Guy” di Jogja untuk clubbing bersama. Dengan kata lain tempat clubbing tersebut pada hari tertentu mayoritas berisikan para Guy. Menurut Mr. X, sebagai salah satu mahasiswa perguruan tinggi swasta terbesar di Yogyakarta yang pada saat itu mau berbagi cerita, mengatakan aktifitas mereka sama halnya dengan clubbers yang lain. Perbedaannya hanya pada tema acaranya, pada malam Guy ini hanya mengkhususkan untuk kaum Guy dan tidak terlalu terbuka. Mr. X mengatakan bila sudah di dalam cafe lampu tidak begitu terlihat dengan jelas. Maka pasangan Guy mulai menunjukkan aksi mereka seperti berpelukan, menari, bercumbu sama halnya dengan orang berpacaran
Ironisnya sebutan kota pelajar mulai luntur seiiring berjalannya waktu. Saat ini lebih dapat dikatakan “Jogja Kota Malam bagi Kawula Muda. Perspektif itu yang dikatakan Ibu Kos selaku pengelola asrama putri di Jogja. Menurut beliau saat ini jaman sudah “edan”, kultur yang dimiliki Jogja mulailah luntur. “Dengan terbukti banyaknya gadis Jogja yang enggan lagi berbusana rapet dan lebih menggumbar udel”, Ujar Ibu Sri selaku Ibu Kos. Life style tersebut sebenarnya sebuah pilihan bagi mereka. Semua itu kembali lagi ke individu masing-masing , sesuai dengan perspektif dan keyakinan yang dimiliki setiap orang. Namun bagaimana keadaan kota pelajar nantinya kita harus tetap dapat menjaga kultur dan tetap menjadikan kota pelajar adalah kotanya para pelajar untuk menuntut ilmu.

Penulis : Setiawan Yogie H(153070183)
Pewawancara : Setiawan yogie, Fenti Diana, Rezza

Dari hobi, menjadi hal berguna bagi orang lain

Tidak semua aktifitas di malam hari menimbulkan dampak yang negative. Seperti yang ditemui pada club mobil di Jogja yang terbentuk pada bulan maret, tahun 2006. Berawal dari obrolan dan perkumpulan kegiatan positif sudah banyak dilahirkan oleh komunitas ini. Salah satunya mengadakan acara bakti sosial yang dilakukan oleh para anggota kepada anak-anak panti asuhan.

The Chicken adalah nama club mobil di Jogja, dimana mayoritas dari anggotanya kaum elite dan mahasiswa yang terpelajar. Image serba glamour dan intelektualitas yang tinggi selalu melekat pada komunitas ini. Terlihat dari gaya modifikasi mobil yang digunakan dan dandanan serba merek yang dikenakan dalam berpakaian. Sebagian besar anggota dari club mobil ini mahasiswa yang menempuh studi di Jogja dan rata-rata tidak berasal dari Jogja asli. Dinamai The Chicken karena semua para anggota hobi memakan ayam goreng. Berawal dari bengkel dan obrolan-obrolan tentang modifikasi “THE CHICKEN” terbentuk. ”Tentunya dengan tujuan yang sama dapat menambah informasi mengenai modifikasi yang up to date dan oke punya”, ujar Ardi salah satu anggota. Menurutnya bila sudah bergabung dengan teman-teman yang lain yaitu para Big Boy (sebutan anggota The chicken) dirinya akan lebih merasa percaya diri. Dari club mobil “THE CHICKEN” banyak melahirkan kekreatifan yang unik dan spektakuler. Salah satunya mengadakan event tahunan memodifikasi mobil,
Aktifitas para anggota dilakukan pada malam hari, seperti kumpul bersama yang dilakukan pada setiap sabtu malam pukul 23.00 WIB. Tentunya dengan saling ngobrol, tukar inormasi mengenai modifikasi dan dapat menjadi wadah bagi orang-orang yang memiliki hoby memodifikasi mobil. Baginya kumpul di malam hari merupakan waktu yang paling tepat karena bila disiang hari sulit untuk mengumpulkan anak-anak yang lain karena padatnya jadwal dari mereka semua. Ada 2 tempat utama yang digunakan untuk berkumpul bersama di bengkel langganan mereka dan UGM. Kebersamaan dan saling menghargai prinsip yang selalu ditanamkan pada club mobil ini. Dimana setiap anggota wajib dapat menghargai satu sama lain, selain itu para anggota selalu ingin dapat melakukan tindakan yang nantinya dapat bermanfaat bagi orang lain. Terbukti pada saat gempa di Padang para anggota melakukan sumbangan per orang lalu mengumpulkannya menjadi satu dan perwakilan dari merela langsung menyerahkannya pada korban gempa di padang. Tidak hanya itu acara bakti sosial kepada anak-anak panti asuhan selalu mereka lakukan setiap 2 bulan sekali, dengan cara para anggota mengumpulkan uang secara sukarela dan memberikannya pada panti asuhan. Menurut Rizal, selaku ketua dari The chicken mengatakan alangkah lebih baik bila perkumpulan ini dapat juga bermanfaat bagi orang lain. Bila dilihat komunitas ini melakukan aktifitas di malam hari tetapi justru mereka semua tetap melakukan kepedulian bagi orang lain. “Kita sih malem tetep kumpul-kumpul yah layaknya orang maen gitu,,tapi kalo bisa kita tetep dapat menjadikan sesuatu yang dapat bermanfaat bagi orang lain. Salah satunya membantu orang lain yang kurang mampu” kata Rizal.
Menurut Ibu Retno para anggota The Chicken adalah anak-anak muda yang baek dan perduli pada sesama, selain itu mereka semua yang terkumpul dalam komunitas ini dapat dicontoh dan masih jarang ditemui di jaman sekarang. “Ya saya kaget kok ternyata tampangnya sombong-sombong tapi malah gak dan baik banget sampai-sampai mau kasih bantuan ke panti asuhan ini dengan acara bakti sosial”. Kata tersebut sempat terlontar dari bibir Ibu Retno selaku ketua panitia panti asuhan di Jogja
Ternyata masih ada anak muda di Jogja yang mampu melakukan hal-hal bermanfaat bagi orang lain. Dapat terbukti aktifitas di malam hari yang dilakukan para remaja di Jogja tidak saja menimbulkan hal yang negative, hal positifpun dapat lahir dalam aktifitas perkumpulan ini. Salahsatunya dengan membuat hal-hal baru yang dapat berguna bagi orang lain.

Penulis : Fenti Diana(153070177)
Pewawancara : Fenti Diana

Nongkrong Kreatif

Masa menjadi mahasiswa memang penuh cerita, dari segala hal yang berbau ekstrim, aneh dan hal baru ingin dicoba. Salah satunya adalah nongkrong, mungkin bagi sebagian mahasiswa atau pelajar Yogya kegiatan tersebut bisa membawa dampak buruk seperti malas belajar, kegiatan kuliah terbengkalai hingga terjerumus dalam pergaulan bebas, Namun kenyataan berkata lain, bagi gank R&R khususnya, kegiatan tersebut justru mengarah pada hal yang positif yaitu sebagai ajang berkreasi.

Kota Yogyakarta belum banyak berubah, terutama spot atau tempat-tempatnya yang menarik, seperti angkringan, warteg atau café kecil. Kota ini juga masih memiliki kehangatan yang menjadi daya pikatnya selama ini. Tak heran bila tempat-tempat nongkrong di Kota Gudeg ini selalu ramai pengunjung. Bukan hanya wisatawan, mahasiswa dan pelajar hingga masyarakat umum juga menjadi konsumen yang menjanjikan.
Tempat-tempat tersebut menyediakan berbagai macam fasilitas yang bertujuan bersaing mendapatkan simpati pengunjung. Diantaranya menu yang murah dan beraneka ragam, tempat yang nyaman, live music yang menghibur hingga yang sedang marak akhir-akhir ini adalah fasilitas hot spot bagi pengunjung yang senang chat atau bermain internet.
Bila dilihat sekilas, aktivitas yang dilakukan oleh para mahasiswa dan pelajar tersebut ketika nongkrong biasa saja alias lumrah. Mereka hanya ngobrol, bercanda dengan teman, ada pula yang sibuk di depan laptop masing-masing. Tetapi siapa sangka , jika dibalik “aktivitas biasa” tersebut ada beberapa fenomena mencengangkan, yaitu portitusi terselubung. Seperti yang diceritakan May, bahwa ia mengetahui ada beberapa mahasiswi atau pelajar yang sengaja mencari ‘mangsa’ di tempat nongkrong tersebut, namun hal tersebut pilihan tidak semuanya seperti itu.
Sisi negatif tersebut yang dikhawatirkan oleh para orang tua mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan, seperti yang dikeluhkan oleh Pak Hendrin, “Saya khawatir anak saya terjerumus dalam pergaulan bebas, karena hampir setiap malam anak saya nongkrong di cafe-cafe yang ada di sekitaran kampusnya, sehingga studinya agak terbengkalai. Saya mengalami kesulitan dalam memberi tahu karena anak saya laki-laki dan sifatnya keras”.
Namun demikian tidak semua kegiatan nogkrong berujung pada tindakan negatif, karena ada juga yang merasakan efek positif dari kegiatan tersebut. Seperti yang dirasakan oleh R&R, sebuah gank yang semua anggotanya wanita. Bagi mereka nongkrong bukanlah kegiatan yang berdosa melainkan ajang positif untuk diskusi, mencari ide bahkan untuk menambah uang jajan. Mereka biasa berjualan aksesoris hingga promosi clothing ketika mereka sedang nongkrong dengan teman-teman yang lain. “Kalau aku lebih seneng nyari ide buat bikin lagu kalo pas lagi nongkrong ma anak-anak” ujar May. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Andra, menurutnya efek nongkrong tergantung kita sendiri, ingin menjadikannya hal yang baik atau buruk. “Kadang nongkrong sampai larut buat aku males kuliah pagi, tapi kalo aku nongkrong juga perlu dijadwal biar ngga ganggu kegiatan laen” tambah Andra.
Kalau untuk imej, mereka mengatakan tidak terganggu dengan hal tersebut karena menurut mereka, selama mereka tidak berbuat, tidak perlu pusing dengan opini orang lain. Namun memang ada kesulitan bagi mahasiswa yang ngekos ketika mereka nongkrong terlalu larut, seperti kata Andra. Jika ia terlambat pulang maka kos akan dikunci dan terpaksa ia harus menginap dirumah temannya.
Bagian lain yang berbeda dari nongkrong menurut Pita, Dian dan Koko, yaitu sebagai pilihan untuk refresh ditengah-tengah kegiatan kampus yang padat. Walaupun mereka juga pernah nongkrong di waktu tidak libur alias hari biasa. Mereka menghabiskan cukup banyak budget untuk sekali nongkrong, kurang lebih 10 hingga 20 ribu, tetapi hal tersebut tidak membuat mereka pailit karena nongkrong yang mereka lakukan juga maksimaln 2 kali seminggu.
Waktu nongkrong yang dilakukan mahasiswa rerlatif sama, karena tempat nongkrong tersebut buka setelah jam sekolah, dengan kata lain sore hari. Sehingga Koko, Dian serta Pita biasa nongkrong dari jam 9 malam hingga jam 1 malam. Menurut Dian dan Pita, mereka tidak pernah merasa takut ketika nongkrong. “Gimana mau ganggu, wong kita jalannya sama cowok-cowok” jelas Dian dan Pita ketika ditanya mengenai gangguan yang pernah mereka alami ketika nongkrong.
Meskipun demikian Dian juga memiliki pengalaman tidak menyenangkan ketika sedang nongkrong. Seorang laki-laki pernah mendatanginya untuk PDKT (pendekatan) yang berujung pada ketidaksopanan, namun hal tersebut tak membuatnya jera karena kejadian tersebut dapat teratasi dengan tidak menanggapi laki-laki tersebut. Selain mendapatkan inspirasi atau ide, dengan nongkrong juga bisa mendapatkan obyek yang cukup menarik. Seperti yang dilakukan oleh sekumpulan mahasiswa UPN yang tergabung dalam Fotkom. Mereka biasa menghabiskan malam dengan nongkrong di sekitaran tugu, selain untuk berbincang mereka juga mengambil gambar-gambar menarik sebagai salah satu usaha mengasah kemampuan mereka dalam bidang fotografi.
Dengan demikian, nongkrong bukan sesuatu hal yang perlu dihindari atau dipandang negatif. Selama kegiatan tersebut masih dalam jalur yang benar, apalagi dapat membawa ke suatu usaha kreatif dalam konteks positif. Seperti yang diungkapkan Silvi, mahasiswa tingkat akhir Institut Seni Indonesia, “Predikat kota pelajar mulai memudar seiring berkembangnya kota dan kebiasan mereka untuk lebih memilih nongkrong dari pada belajar. Lagian gaya hidup hedonis lebih semarak. Kadang bincang-bincang malam memang menghasilkan ide-ide kreatif. Tapi tak jarang semua berujung pada hal-hal negatif, semua kembali lagi pada pribadi masing-masing orang”.

Pewawancara : Dewi kurniawati 153080192
Penulis : Dewi Kurniawati

Sisi Lain Kegiatan Mahasiswa Yogya

Tak disangka Yogyakarta yang dinobatkan sebagai kota pelajar, malam harinya menjadi kota yang liar. Banyak tindakan prostitusi atau bisa dibilang sebagai tindakan abnormal yang dilakukan oleh mahasiswa atau pelajar sewajarnya di saat malam hari.

Sebuah kota yang kaya predikat, baik berasal dari sejarah maupun potensi yang ada, seperti sebagai kota perjuangan, kota kebudayaan, kota pelajar, dan kota pariwisata. Sebutan Yogyakarta sebagai kota pariwisata menggambarkan potensi propinsi ini dalam kacamata kepariwisataan. Berbagai jenis obyek wisata dikembangkan di wilayah ini, seperti wisata alam, wisata sejarah, wisata budaya, wisata pendidikan, bahkan, yang terbaru, wisata malam. Tak bisa dipungkiri, dunia malam di Yogyakarta sudah terkenal, sehingga tak heran Yogyakarta mendapatkan predikat ke-3 sebagai kota yang nilai seksualitas tinggi setelah Jakarta dan Bandung. Faktor tersebut salah satunya dikarenakan banyaknya mahasiswa pendatang yang jauh dari orang tua sehingga dengan suka hati bersikap liar disini. Banyak ditemui mahasiswa di Jogja yang melakukan tindakan prostitusi layaknya PSK. Mahasiswa sewajarnya hanya bergulat dengan tugas-tugas kuliah dan lain sebagainya, malam hari tindakan mahasiswa yang sewajarnya tadi berubah menjadi negative. Aktifitas remaja Jogja di malam hari mulailah terlihat, di salah satu tempat nongkrong malam, tempat favorit mahasiswa menghabiskan sisa hari setelah seharian penuh melakukan aktifitas yang melelahkan yaitu café kopi. Pertama kali kita mendengar café kopi, kita pasti berpikir tempat kongkow enak bersama teman-teman, dengan secangkir kopi dan snack, bermain kartu ataupun untuk sekedar ngobrol dan bercanda bersama teman.. Tapi nyatanya bahwa café kopi yang kita tahu selama ini jauh dari perkiraan kita sebelumnya, café kopi itu lebih tepatnya tempat maksiat daripada tempat santai. Banyak mahasiswa pendatang yang sengaja nongkrong disana hanya untuk mencari kaum hawa untuk melakukan tindakan seksual.
Seperti yang diungkapkan oleh Mr. X dimana sebagai pelaku sekaligus narasumber, mengatakan bahwa motivasi awal datang ketempat ini bukanlah untuk minum kopi, melainkan untuk mencari perempuan yang mau untuk diajak melakukan hubungan seksual. “Tentunya rasa havefunlah yang saya dapat saat datang ketempat ini”, ujar Mr. X. Ironisnya kegiatan malam yang dilakukan mahasiswa di Yogyakarta. Hanya bermodalkan secangkir kopi pelaku dapat melakukan hal yang menyesatkan layaknya bukan seperti tindakan mahasiswa yang katanya memiliki intelektualitas yang tinggi.

Penulis : Adevia Oki Damara (153070167)
Pewawancara : Adevia Oki D.

Alun-alun Kidul sebagai Alternatif Tempat Nongkrong

Daya tarik Yogyakarta terletak pada pariwisatanya yang unik dengan unsur Kerajaan Jawa maupun Kerajaan zaman dahulu. Salah satunya adalah Alun-alun Kidul atau sering disebut Alkid yaitu lapangan berbentuk bundar dan terdapat dua pohon beringin di tengahya yang terletak di sebelah selatan Keraton Yogyakarta.

Yogyakarta yang juga terkenal dengan kota pelajar banyak dikunjungi oleh para wisatawan lokal maupun mancanegara. Sebagai salah satu tempat pilihan untuk berwisata adalah Alun-alun Kidul (Alkid). Wisatawan yang datang ke Alkid, rata-rata mencoba untuk berjalan melewati dua pohon beringin menggunakan penutup mata. Saat ini, tersedia pula berbagai makanan atau jajanan, mainan, hingga jasa penyewaan sepeda 2 pedal / 3 pedal, mini andhong maupun mini becak. Wisatawan dapat memilih permainan apa yang akan dicoba, setelah mencoba berjalan melewati pohon beringin atau hanya sekedar mencicipi jajanan yang tersedia.
Wisatawan lokal yang datang berasal dari berbagai kota, terutama jika mendekati liburan atau akhir pekan. Selain itu, Alkid juga sering dijadikan tempat nongkrong oleh anak-anak muda. ”Kebanyakan yang datang itu anak muda, dan biasanya mereka sekedar kumpul-kumpul saja”, jelas Suwaryono, penjaga parkir Alkid. Salah satu pengunjung Alkid adalah Reben dan Adin, mahasiswa semester 3 Amikom yang menjadikan Alkid sebagai tempat nongkrong karena diberitahu oleh temannya yang lain. ”ya, biasanya sih nongkrong itu duduk, campur gossip dalam artian ngomongin apa yang kita lihat, sebagai komentator lah”, kata Reben yang asli dari Sumatera Utara.
Lain halnya dengan Hang dan Pupung yang berasal dari Jakarta, mengaku bahwa mereka sering datang ke Yogyakarta untuk berlibur sekitar 3-4 kali dalam satu tahun. ”saya baru pertama kali datang ke sini, biasanya saya dan teman-teman sering nongkrong di alun-alun yang satunya”, tambahnya. Mereka biasa datang ke Yogya untuk berlibur dan menginap di Kaliurang bersama teman-teman. ”Setelah kita nongkrong di pusat kota Yogya, baru mereka naik ke Kaliurang untuk menginap”, imbuh Hang. Selain itu, Hang dan Pupung adalah seorang angota komunitas sepeda BMX di Jakarta. Menurutnya Pupung, kegiatan nongkrong merupakan kegiatan kumpul-kumpul bersama teman, terlebih dengan teman se-komunitas sepeda BMX. Hal yang paling disukai oleh mereka adalah nigth treat, yaitu jalan malam-malam dengan berwisata kuliner. Hang dan Pupung mengakui jika over budget dapat terjadi bukan karena nongkrong, tetapi dikarenakan untuk memodifikasi sepeda. Setiap ada anggota yang baru memodifikasi atau menambah aksesoris sepeda, maka adrenalin Hang juga terpacu untuk memodifikasi sepeda juga. ” Komunitas sepeda itu seperti racun, karena jika ada anggota lain yang baru saja memodifikasi sepeda maka aku juga terpacu buat ikut-ikutan”, jelas Hang.
Yang didapatkan dari nongkrong sesungguhnya adalah kepuasan pribadi atau kesenangan karena bertemu dan bercanda gurau dengan teman-teman, sehingga rasa penat atau stres karena kegiatan lain dapat terobati. Tentu saja selama kegiatan nongkrong tersebut masih dalam aktivitas yang positif, bukan untuk aktivitas yang aneh-aneh dan negatif. Yogyakarta memang mempunyai banyak daya tarik pariwisata untuk nongkrong maupun untuk berlibur. Tinggal dipilih dan didatangi saja, pasti menyenangkan.

Penulis : Desy Natalia 153070252, Hanun W. 153070255
Wawancara : Hanun W.